A Pray For The Warlord

dear GODLIKE

thank you for OWNING me another day, may all the WICKED SICK be healed by your DOMINATING touch..

may your PERSEVERANCE be present MORNING TAVERN until DAWN TAVERN

may you increase our CRITICAL from LUCIFER and damage his ARMOR with our DIVINE RAPIER

sorry if we BACKSTAB you, send us your GUARDIAN ANGEL, to save us, may you continue to bring us UNSTOPPABLE blessings and fill our hearts with TARRASQUE

in the name of the DOTA, the SVEN, and the HOLY FERVER.

————————————————————-

Owning…. Stop DotA Sekarang Juga !!! Tongue out

Keinginan

setiap orang punya keinginan, tujuan, dan cara berfikir yang berbeda-beda, dan tentunya masing-masing orang juga punya caranya tersendiri untuk mengungkapkan dan mengusahakan agar hasil pemikirannya digunakan oleh orang lain. tapi apakah cara yang kita gunakan selalu berhasil? dan untuk cara berbeda, sepertinya hasilnya juga bakal berbeda-beda.

semudah seperti ketika kita menyadari sebuah ketidak benaran yang terjadi disekitar kita, apa sih yang akan kita lakukan? langsung menindak dengan tegas? bertindak perlahan? atau malah diam saja?

saya mencoba mengacu kepada proses yang sedang terjadi dikampus akhir-akhir ini. sebelum probinmaba (semacam ospek gitu lah) dimulai, seperti tahun-tahun belakangan, ada yang namanya sharing lembaga, sharing senior, dan T.O.T, dan setelah sekian kali mengikuti proses-proses pendahulu itu, saya jadi berfikir, sebenarnya kenapa ada senior disana?

bukankah saya dan teman-teman yang belum lulus-lulus juga ini sudah terlalu berbeda dengan teman-teman panitia dan lembaga sekarang, semudah mengikuti perkataan salah satu senior saya sekitar 4 tahun yang lalu, “lek koen ndisik iku sek iso melu jaman metallica jeh, arek saiki bedo, iki wes jamane peterpan, wes gak cocok le”.

apakah memang perubahan jaman sudah sebegitunya? mahasiswa sekarang bukan lagi punya kesan yang keras dan kuat, tapi lebih ke kesan kalem dan cengeng? mungkin masing-masing orang akan punya pendapat dan opini yang berbeda-beda.

dan saya mencoba mencari sebuah jawaban, karena dalam struktur kelembagaan yang ada, tidak ada komponen senior disana, so? jika memang dibutuhkan adanya peran dari senior, senior itu mau disuruh ngapain? dan sayangnya memang pertanyaan ini tidak sempat mendapat jawaban dari teman-teman lembaga.

mungkin akan ada pendapat yang muncul bahwa senior sudah tidak peduli lagi terhadap juniornya, tapi bagi saya itu terlalu dangkal, saya dan teman saya memang memutuskan untuk mulai menarik diri, kenapa? bukan lagi karena perbedaan jaman dan perbedaan gaya pemikiran, kami mencoba untuk menghormati struktural kelembagaan yang ada, karena memang ada yang lebih berhak untuk mengatur dan mengelola lembaga itu.

semakin lama berkeliaran dikampus membuat saya semakin sadar jika memang banyak yang harus mulai dibenahi disini, contoh kecil mungkin struktur hubungan kelembagaan itu, tapi disisi lain ada yang jauh lebih penting dari itu, bagaimana kita bisa mengusahakan generasi yang lebih baik dan bagaimana kita mencoba memperbaiki hubungan persaudaraan yang mungkin sudah mulai tidak harmonis.

ya dari proses inilah kita mulai untuk memperbaiki itu, dan jalan yang ditempuh adalah dengan memperbaiki hubungan struktural kelembagaan. memang bisa dengan jalan lama, dengan senior tetap campur tangan dalam rangkaian kegiatan seperti probinmaba dan urusan lembaga lainnya, tapi jika dipikirkan lebih lanjut, intervensi bisa jadi bukan alternatif terbaik, jika perbaikan dijalankan melalui jalan yg kurang baik, akankah hasilnya menjadi baik?

disisi yang lain lagi, banyak sekali kekurangan, kesalahan, dan keburukan masa lalu dari angkatan sebelumnya ke angkatan dibawahnya yang diulang-ulang hingga sekarang, dan bukankah ini sudah waktunya kita untuk menghentikan itu? toh jika dilanjutkan, kapan lagi kita bisa menghentikan dosa-dosa struktural itu?

banyak keinginan dari teman-teman senior sendiri yang berkaitan dengan apa yang mereka inginkan terhadap generasi yang baru masuk, apa yang ingin mereka berikan, dan apa yang ingin mereka arahkan dan apa yang ingin mereka pahamkan kepada maba. dan bisa jadi sekarang kami sedang mencoba untuk menahan hasrat untuk mempercepat proses perbaikan generasi tersebut. toh kita tidak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan.

ah tapi bagaimanapun juga, sekali lagi setiap orang akan selalu memiliki persepsi yang berbeda-beda, dan juga solusi yang berbeda untuk setiap masalah yang ada. saya pribadi tentunya tidak aka semudah itu lepas tangan terhadap apa yang akan terjadi terhadap junior-junior di jurusan “tercinta” itu, tapi mari kita mulai diskusi dengan cara yang lebih baik lagi. dan mencari solusi yang jauh lebih baik.

Selamat Pagi Duniaku

ketika saya menulis ini waktu menunjukkan pukul 05.35 pagi, whew.. jarang-jarang bisa terbangun dengan mata terbuka tanpa keinginan buat tidur lagi, secara biasa bangun jam 8.. hahaha… eh, pagi ini sepertinya tidak sedingin beberapa hari kemaren.

sebenernya pengen kembali ke rutinitas jaman sebelum kuliah, bangun sebelum jam 5, sholat subuh, mandi, sarapan trus berangkat sekolah… whew… berhubung uda ga sekolah, terus ngapain ya pagi-pagi gini?

sek.. sek.. skripsi gak selesai-selesai, kerjaan ada, tugas ada, yang harus diberesin juga banyak, lha terus? koq bingung mau ngapain? *ah.. dasar diriku aja neh yang males, wkkk* hm.. inget kata-kata seorang kakak.

“tangi le… rejeki kuwi tekone isuk”

wah hari ini kira-kira dapat rejeki apa yah?? hehehe…

well.. just wanna say…

Good Morning Everybody…

Have a nice day and don’t forget to start this day with a buch of smile Smile

———————————————————-
*maap kalau gak ada yang nyambung.. hehehe*

Personal, Komunal, dan Teman

manusia sebagai makhluk sosial dengan kodratnya untuk tidak dapat hidup tanpa orang lain dan dengan kecenderugannya untuk hidup berkelompok. dan ketika bicara kelompok atau komunitas, paling ga akan selalu ada proses adaptasi dari seorang manusia terhadap komunitasnya maupun dari komunitas tersebut dengan komunitas yang jauh lebih besar.

komunitas selalu dibangun berdasarkan suatu kesamaan tertentu, meski ada juga komunitas yang dipaksakan untuk terbentuk. dan dengan apapun yang melatar belakangi. bagi saya, komunitas adalah tempat yang paling tepat untuk belajar berdiskusi, mengemukakan pendapat, mengekang egoisme pribadi, dan mungkin juga untuk belajar berteman, dan bukankan kita selalu membutuhkan seorang teman?

tidak dapat dipungkiri, tiap komunitas yang terdiri dari banyak otak dan perbedaan pemikiran, tidak akan lepas dari kemungkinan akan adanya friksi yang memungkinkan timbulnya sakit hati. konflik yang cukup besar biasanya akan mengarah pada dua hal, semakin erat memperkokoh komunitas itu, atau malah meruntuhkannya, dan akan selalu ada banyak cara dan solusi atas semua permasalahan, mulai dari solusi terbaik hingga terburuk.

solusi selalu diharapkan untuk menjadi roda penggerak menuju bersatunya komunitas. dan solusi seperti apa yang cocok permasalahan yang besar? sebuah permintaan maaf dari penyebab konflik? sebuah fight club dimana semua anggota bisa mengungkapkan segala unek-uneknya? atau fasilitator yang bisa menjembatani kedua belah pihak?

klo saya sih mending mencoba menghindari friksi besar itu dengan komunikasi yang lebih bermartabat, melalui sebuah diskusi yang penuh dialektika yang tenang dan logis, karena menurut pemahaman saya, saat emosi berada diatas logika, komunikasi itu tidak akan lancar dan bukan jalan keluar yang terbuka, malah genderang perang yang ditabuh. dan jika umbul-umbul peperangan sudah ditancapkan? bisa jadi emosi yang berperan besar.

saya sempat memikirkan tentang mekanisme fight club yang elegan, tentunya harus ada seorang fasilitator yang bisa mewadahi aspirasi dari kubu yang berperang, dengan fight club, emosi, logika, dan stamina akan bertarung, dan ketika kemarahan sudah terkuras, seorang wise man akan sangat berperan dan kekuatan persaudaraan akan berkembang dengan pesat.

tapi kadang setiap orang memiliki caranya tersendiri untuk menjernihkan sebuah permasalahan, semoga cara yang paling arif yang akan mengambil peran. dan bukankah setiap pilihan selalu membawa konsekuensi? :D